LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL
Umumnya, warga masyarakat mendambakan ketertiban keamanan. Namun, dalam kenyataan, selalu ada saja kemungkinan terjadinya gangguan terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat. Seperti sudah di bahas di atas, kenyataan masyarakat selalu di warnai oleh perilaku menyimpang. Baik itu penyimpangan biasa maupun berupa perbuatan kejahatan. Untuk menanggulangi itu semua, maka di perlukan adanya lembaga pengendalian sosial.
- 1. Pengertian dan Fungsi Lembaga Pengendalian Sosial
Lembaga pengendalian sosial sering disebut juga lembaga control Sosial (social control ). Ada berbagai definisi yang di kemukakan para pakar mengenai apa itu lembaga pengendalian sosial. Beberapa definisi tersebut, antara lain sebagai berikut.
- Lembaga pengendalian sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga – warga masyarakat agar mematuhi kaidah – kaidah dan nilai – nilai sosial yang berlaku. (Joseph S. Roucek )
- Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota – anggotanya yang membangkang. ( peter L. Berger )
- Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai sarana untuk mendorong warga masyarakat agar bersedia mematuhi norma – norma yang berlaku.(John J. Macionis)
- Lembaga pengendalian sosial adalah segala usaha dari kelompok atau masyarakat untuk mengatur perilaku anggotanya agar sesuai dengan norma – norma yang berlaku. ( Craig Calhoun, Donald Light, dan Suzanne Keller )
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat dikatakan bahwa hakikat dari lembaga pengendalian sosial adalah berbagai upaya yang dilakukan kelompok atau masyarakat untuk membuat anggota – anggotanya bersedia mematuhi norma – norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat yang bersangkutan.
Lembaga pengendalian sosial berfungsi untuk mewujudkan dn menjaga keseimbangan antara perubahan dan stabilitas masyarakat. Adapun tujuan lembaga pengendalian sosial adalah terwujudnya kedamaian dan ketertiban dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
- 2. Cara, Sifat, dan Subjek dalam Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial bisa dipahami dari berbagai dimensi, antara lain, berdasarkan sifatnya (preventif dan represif ), cara pelaksanaannya (persuasive dan koersif ), dan jumlah pelaku serta sasaran yang dituju (perorangan dan kelompok ).
2.1. Cara pengendalian Sosial
Dilihat dari dimensi cara pelaksanaannya, pengendalian sosial bisa di
bedakan atas pengendalian sosial yang dilaksanakan secara persuarsif dan pengendalian sosial yang dilakukan secara koersif.
- a. Cara Persuasif
Cara persuasif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakukan dengan menekankan pada tindakan yang sifatnya mengajak atau membimbing warga masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara persuasif cenderung menekankan pada upaya penyadaran msyarakat. Contoh, sejumlah artis membagikan bunga sebagai ajakan untuk mewujudkan perdamaian ; seorang guru Bimbingan dan Penyuluhan ( BP ) menegur dan menasihati seorang siswa yang tertangkap basah merokok di sekolah.
- b. Cara Koersif
Cara koersif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakuan dengan menekankan pada tindakan yang sifatnya memaksa warga masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara koersif cenderung menekankan pada berbagai upaya pemaksaan masyarakat. Upaya ini semestinya digunakan seminimal mungkin, yaitu bila upaya persuasif tidak memberikan hasil. Contoh, petugas ketertiban kota memerintahkan dengan pengeras suara agar semua PKL tidak berdagang di tempat yang dilarang ( tekanan), namun kemudian petugas ketetiban kota mengangkut lapak yang digunakan para pedagang kaki lima yang berdagang di tempat – tempat terlarang. Hal itu dilakukan karena peringatan yang telah diberikan beberapa kali tidak di indahkan.
2.2. Sifat Pengendalian Sosial
Berdsarkan sifatnya, pengendalian sosial terdiri dari upaya preventif . Berikut keterangan ringkas mengenai pengertian dan contoh dari kedua upaya tersebut.
Upaya preventif adalah berbagai upaya pengendalian sosial yang dilakukan untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan terhadap kedamaian dan ketertiban masyarakat. Upaya – upaya preventif dilakukan misalnya melalui proses sosialisasi. Contoh, iklan layanan masyarakat yang berisi ajakan untuk menciptakan pemilu yang damai.
● Upaya represif
Upaya represif adalah berbagai upaya pengendalian sosial yang dilakukan untuk mengembalikan kedamaian dan ketertiban masyarakat yang pernah terganggu. Upaya – upaya represif dilakukan dalam bentuk pemberian sanksi kepada warga masyarakat yang menyimpang atau melanggar norma yang berlaku.Contoh: penjatuhan pidana penjara kepada pelaku korupsi.
2.3. Pelaku dan Sasaran Pengendalian Sosial
Sedangkan, bila dilihat berdasarkan jumlah pelaku dan sasaran yang dituju, upaya pengendalian sosial terdiri atas beberapa hal berikut ini.
- Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya. Contoh, seorang guru memperingatkan seorang siswa yang kedapatan membolos.
- Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap kelompok. Contoh, seorang polisi memperingatkansekolompokk remaja yang tidak menggunakan helm ketikamengendarai sepeda motor di jalan raya.
- Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap individu. Contoh, beberapa orang polisi yang memperingatkan seorang sopir agar tidak menjalankan kendaraannya melebihi batas kecepatan yang diperkenankan.
- Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lain. Contoh, penyuluhan yang dilakukan oleh sejumlah rerlawan kepada para siswa agar menghindarkan diri dari pengendaraan dan pemakaian narkoba.
3. Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian sosial
Ada berbagai jenis lembaga pengendalian sosial yang berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Lembaga pendidikan sosial tersebut meliputi gosip, teguran, hukuman, pendidikan, dan agama. Berikut keteranga ringkas mengenai keenam jenis lembaga pengendalian sosial tersebut.
3.1. Gosip
Gosip sering disebut juga desus – desus atau kabar buruk. Gosip merupakan berita yang menyebar belum tentu/tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengsn demikian, gosip bisa saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih diragukan kebenarannya. Sebab, seringkali berita dalam gosip tidak jelas sumbernya.
Pada umumnya gosip muncul bila pernyataan secara terbuka tidak mungkin dilontarkan. Oleh sebab itu, berita kemudian tersebar melalui mekanisme pembicaraan antar orang. Melalui mekanisme seperti itu, berita akan tersebar dengan cepat. Apalagi bila berita itu menarik. Misalnya, berita mengenai orang yang menjadi pusat perhatian public (public figure). Para tokoh politik maupun artis pada umumnya menjada sasaran empuk gosip. Contoh, seorang pejabat kejaksaan Agung pernah digosipkan membli sebuah rumah mewah dengan uang hasil korupsi, ada gosip bahwa munir dibunuh olrh sebuah komplotan yang melibatkan oknum intelijen.
Pada umumnya, orang tidak senang bila menjadi sasaran gosip. Sebab, gosip menyebabkan perubahan sikap masyarakat terhadap orang yang menjadi sasaran gosip. Oleh karena itu, orang akan berusaha agar tidak menjadi sasaran gosip. Gosip menjadikan seorang menyadari kesalahannya, lalu berusaha bertindak sesuai norma yang berlaku. Dengan demikian, gosip bisa menjadi salah satu cara pengendalian sosial.
Namun, gosip pada umumnya tidak bisa berfungsi efektif sebagain pengendalian sosial. Apalagi, bila tidak didukung dengan budaya malu.
3.2. Teguran
Teguran adalah peringatan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain. Teguran itu bisa dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, seseorang kepada kelompok lain, satu kelompok kepada seseorang, atau dari kelompok kepada kelompok lain. Teguran bisa dilakukan secara lisan dan / atau secara tertulis.
Tujuan dari teguran adalah menyadarkan pihak yang melakukan perilaku menyimpang. Sehingga dengan demikian, diharapkan pihak tersebut tidak akan mengulangi tindakannya.
Dalam hubungan – hubungan yang bersifat informal, biasanya teguran dilakukan secara informal pula. Artinya, teguran tersebut tidak mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Akan tetapi, dalam hubungan – hubungan yang bersifat formal, teguran biasanya dilakukan dengan prosedur tertentu. Misalnya, dilakukan teguran secara lisan diindahkan, maka bisa dilanjutkan dengan pemberian sanksi tertentu.
Contoh, seorang fungsionaris partai memproleh teguran keras dari Dewan Pimpinan Pusat partai karena melakukan tindakan yang memperburuk citra partai, seorang anggota fraksi di DPR memproleh teguran dariketua fraksinya karena sering mangkir dalam persidangan – persidangan DPR.
3.3. Hukuman / Sanksi
Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan,yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku kenyimpang. Hukuman semestinya diberikan sebanding denga kualitas penyimpangan yang dilakukan.
Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya, pemberian hukum dilakukan oleh pihak – pihak yang berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pad konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehiupan dikantor, maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan sosial, pihak yang berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan.
Demikian pula, pemeberian hukuman tidak boleh dilakukan sembarangan tau sesuka hati. Pada prinsipnya hukumanan harus diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan bisanya telah mangatur mekanisme pemberian hukuman.
Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua yaitu :
- Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi.
- Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku mrnyimpang, bila bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.
Contoh: TS dihukum 18 bulan penjara dan kewajiban membayarganti rugi sebesar 30,68 milyar rupiah dalam kasus ruislag Bulog – Goro. Sementara itu, R G1, mitra bisnis TS, dihukum dengan hukuman penjara selama 18 bulan dan kewajiban membayar ganti rugi sebesar 7,67 milyar rupiah.
3.4. Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga pengendalian sosial yang penting. Karena melaluin pendidikan, seseorang menjadi tau, memahami, mengakui, dan bersedis berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Tanpa ada pendidikan, maka itu semua tak mungkin terrjadi. Orang tak akan tau, apalagi memahami, mengakui, dan bersedia berperilaku sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah. Pendidikan juga berlangsung dalam keluarga dan masyaraka. Demikianlah, keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan agen pendidikan yang penting. Fungsi pendidikan sebagai lembaga pengendalian sosial agar berjalan dengan baik mana kala ada sinergi antara pendidikan yang berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam kenyataan, tidaklah mudah mewujudkan sinergi antara pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang diajarkan dalam keluarga dan disekolah, tak jarang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendidikan yang berlangsung dalam masyarakat.
Sebagai contoh, dalam keluarga dan disekolah seorang anak dididik untuk mengasihi sesamanya dan berperilaku santun. Namun demikian, begitu banyak media massa cetak maupun elektronik ( sebagai salah satu agen pendidikan masyarakat) justru menyajikan secara vulgar dan eksesif berbagai bentuk kekerasan dan perilaku seronok. Sehingga, sang anak ataupun orang yang menerima sosialisasi dapat merasa bingung karena dihadapkan dengan dua hal yang bertentangan. Internalisasi yang membingungkan ini bisa membuat orang memilih nilai yang sebenarnya tidak disukai masyarakat. Akibatnya, pengendalian sosial menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah salah satu masalah serius pendidikan dalam kaitannya dengan salah satu fungsinya sebagai lembaga pengendalian sosial.
3.5. Agama
Bagi umat beragama, agama memberikan pedoman hidup. Baik dalam berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan dengan alam. Agama mengajarkan apa yang baik, yang harus dilakukan. Demikian pula, agama menunjukkan apa yang jahat, yang harus dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat jahat. Orang yang bersedia mematuhi perintah agama disebut sebagai orang yang bertakwa.
Persoalannya, tidak banyak orang yang menjalankan agama secara substanrif. Menurut banyak tokoh agama, masih begitu banyak warga masyarakat yang beragama secara formalistic. Artinya, orang merasa puas kalau sudah melakukan Hal – hal yang formal, misalnya, bersembahyang. Ini merupakan kebalikan dari keberagaman substantive. Akibatnya, meskipun orang tampakberagama dengan khusuk, namun kehiupannya yang sesungguhnya, masih saja diwarnai dengan perilakumenyimpang.
Itulah sebabnya, di Indonesia agama belum mampu berdampak efektifterhadap pengendalian sosial. Tak jarang, agama bukannya dijalankan dengan tulus, tetapi justru dipakaisebagai alat untuk menyelubungi perilaku menyimpang. Contoh, meskipun masyarakat indonediadikenal sebagai masyarakat agamis, namun ternyata Indonesia termasuk salah satu Negara paling korup di dunia. Ini jelas merupakan paradok yang sangat menyedihkan.
Jenis Jenis Lembaga Pengendalian Sosial
a. Lembaga kepolisian
Polisi merupakan aparat resmi pemerintah untuk menertibkan keamanan. Tugas-tugas polisi, antara lain memelihara ketertiban masyarakat, menjaga dan menahan setiap anggota masyarakat yang dituduh dan dicurigai melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat, misalnya pencuri, perampok dan pembunuh.
b. Pengadilan
Pengadilan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah untuk menangani perselisihan atau pelanggaran kaidah di dalam masyarakat. Pengadilan memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain. Unsur-nsur yang saling berhubungan dengan pengadilan adalah hakim, jaksa dan pengacara. Dalam proses persidangan, jaksa bertugas menuntut pelaku untuk dijatuhi hukuman sesuai peraturan yanag berlaku. Hakim bertugas menetapkan dan menjatuhkan putusan berdasarkan data dan keterangan resmi yang diungkapkan di persidangan. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku dalam memberikan pembelaan.
c. Tokoh adat
Tokoh adat adalah pihak ang berperan menegakkan aturan adat. Peranan tokoh adat adalah sangat penting dalam pengendalian sosial. Tokoh adat berperan dalam membina dan mengendalikan sikap dan tingkah laku warga masyarakat agar sesuai dengan ketentuan adat.
d. Tokoh agama
Tokoh agama adalah orang yang memiliki pemahaman luas tentang agama dan menjalankan pengaruhnya sesuai dengan pemahaman tersebut. Pengendalian yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk menentang perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma agama.
e. Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah setiap orang yang memiliki pengaruh besar, dihormati, dan disegani dalam suatu masyarakat karena aktivitasnya, kecakapannya dan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya.